Dasar dan Prinsip Ekonomi Islam
oleh : Haikal Insan, Nim : 42002030
Pengertian Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang membahas bagaiman cara memenuhi kebutuhan di tengah keinginan yang selalu baru dan kelangkaan faktor-faktor ekonomi. Dari definisi tersebut, maka tugas ilmu ekonomi adalah mencari solusi agar kebutuhan manusia dapat tetap terpenuhi menghadapi dua persoalan ekonomi, yaitu kebutuhan yang terus berkembang dan kelangkaan faktor-faktor ekonomi.
Menurut para ahli ekonomi, kebutuhan manusia tidak terbatas, dari waktu ke waktu terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Bila dahulu listrik tidak menjadi kebutuhan, maka kini energi listrik menjadi kebutuhan primer bagi setiap orang, terutama masyarakat yang tinggal di perkotaan. Di sisi lain, faktor-faktor ekonomi menurut mereka terus berkurang. Banyak lahan pertanian diubah menjadi daerah perumahan dan real estate, sehingga faktor ekonomi berupa pertanian kini berkurang.
Di tengah dua permasalahan inilah, ilmu ekonomi dituntut untuk menyelesaikan permasalahannya, sehingga manusia tetap dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Yang pertama adalah permasalahan keinginan manusia yang terus berkembang, dan di sisi lain permasalahan berupa kelangkaan sumber-sumber ekonomi. Perlu diketahui, bahwa definisi ekonomi tersebut dibangun di atas dasar pola pikir sekulerisme, yakni suatu paham atau aliran yang menyatakan bahwa kehidupan ini harus dipisahkan dengan agama. Akibatnya definisi dan pengertian ilmu ekonomi pun telah terlepas dari nilai-nilai agama. Sehingga dari definisi ini dapat kita simpulkan sebagai berikut:
Pertama,
manusia dalam ilmu ekonomi barat adalah objek ekonomi, karena dia merupakan
sesuatu yang menjadi tujuan dari adanya ilmu ekonomi, bukan dijadikan sebagai
subjek yang menentukan arah perkembangan ekonomi.
Kedua,
definisi ini telah jauh dari nilai-nilai agama karena definisi ini meyakini
bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak memberikan cukup rezeki kepada
makhluk-makhluk-Nya, seakan rezeki Allah itu bersifat langka dan selalu
berkurang.
Ketiga,
definisi ini meyakini kelangkaan rezeki Allah, maka timbullah teori baru yang
disebut Family Planning (Keluarga Berencana), yang memberi pengertian
pembatasan kelahiran anak, dalam rangka menyesuaikan antara faktor produksi yang
terus berkurang dengan jumlah manusia yang menggunakan faktor produksi
tersebut.
Keempat,
definisi ini tidak membedakan antara want (keinginan) dan needs (kebutuhan),
padahal antara want dan needs sangatlah berbeda. Want (keinginan)
tidak ada batasnya, sedangkan needs (kebutuhan) mempunyai tingkatan dan
prioritas.
Kelima,
definisi ini tidak mengaitkan usaha pemenuhan kebutuhan dengan ajaran agama,
sehingga dikhawatirkan adanya upaya menghalalkan berbagai cara dalam usaha
memenuhi kebutuhan manusia.
Pengertian Ilmu Ekonomi Islam
Oleh
sebab terlepasnya definisi ekonomi konvensional dari nilai-nilai ajaran agama
islam, maka ilmu ekonomi islam menjadi salah satu alternatif mengisi kekosongan
itu, bahkan menjadi pengganti sistem ekonomi konvensional yang telah membuat
banyak negara gagal dengan sistem tersebut. Ilmu ekonomi islam dapat
didefinisikan sebagai suatu ilmu yang membahas tentang cara memenuhi kebutuhan
manusia dengan pemafaatan faktor-faktor produksi yang tersedia secara optimal
dan pendistribusiannya sesuai dengan ajaran syari’at islam.
Dalam
definisi ini terkandung ajaran islam sebagai pedoman dalam melaksanakan
aktifitas ekonomi, mulai dari produksi, konsumsi hingga distribusi. sehingga
setiap aktifitas dan usaha untuk memnuhi kebutuhan manusia harus sesuai dengan
ajaran islam. Dalam definisi ini juga, tidak menjadikan kelangkaan
sumber-sumber ekonomi menjadi suatu masalah. Masalah utama menurut definisi ini
adalah ketidakoptimalannya memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang telah
disediakan Allah. Sebab, pada dasarnya Allah telah memberi rezeki kepada para
makhluk-Nya dengan cukup.
Firman
Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
۞ وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى
الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا
وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ 6.
Dan tidak satupun makhluk bergerak
(bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui
tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh).
(QS. Hud: 6). Yang dimaksud dengan binatang melata adalah segenap makhluk Allah
yang bernyawa.
Dengan demikian, maka
permasalahan utama pada ekonomi adalah bukan terletak pada kelangkaan
sumber-sumber ekonomi yang tersedia karena hal itu semuasnya telah dicukupkan
oleh Allah. Yang menjadi permasalahan ekonomi menurut islam adalah masalah
kurangnya pemanfaatan sumber ekonomi yang telah dfisediakan oleh Allah. Oleh
sebab itu, menurut ekonomi islam, faktor utama kemajuan dan perkembangan
ekonomi bukanlah terletak pada faktor-faktor produksi atau sumber-sumber
ekonomi, seperti tanah (land), pekerjaan (labour), atau modal (capital).
Akan tetapi faktor utama bagi perkembangan ekonomi adalah manusianya itu
sendiri. Oleh sebab itu, Al Qur’an dan Al Hadits begitu serius memperhatikan
sumber daya manusia, mengarahkannya dan memberikan petunjuk yang begitu lengkap,
agar mereka hidup bahagia dan sejahtera di dunia dan di akhirat.
Salah satu arahan Al Qur’an kepada
manusia adalah agar mereka menuntut ilmu. Sebab, dengan ilmulah manusia dapat
menciptakan suatu kemajuan, termasuk kemajuan di bidan ekonomi. Sebagai contoh,
di bidang pertanian, dahulu kala para petani hanya mengalami panen setahun
sekali. Namun, berkat ilmu yang diberikan Allah kepada manusia, kini para
petani dapat mengalami panen dua kali bahkan tiga kali dalam setahun. Sehingga
kekhawatiran para ahli ekonomi konvensional agar dikembangkannya program family
planning (keluarga berencana) dalam pengertian pembatasan kelahiran manusia
dapat ditepis. Sebab, ternyata pertumbuhan penduduk tidak selamanya
mengakibatkan ketimpangan ekonomi jika perhatian pada peningkatan kualitas
manusianya dapat terwujud. Sebagai contoh, dahulu kala saat penduduk manusia
masih sedikit, kita sebagai masyarakat jarang sekali mengkonsumsi daging ayam
atau daging sapi. Bahkan ada ungkapan, bahwa kita dapat mengkonsumsi daging
ayam dan daging sapi jika ada acara-acara tertentu, contohnya seperti
pernikahan. Namun, justru saat ini, dengan jumlah penduduk yang semakin banyak
dan meledak, kita mudah mengkonsumsi daging ayam atau daging sapi, kapanpun
kita menghendakinya, tidak harus menunggu-nunggu acara tertentu. Ini menunjukan
bahwa bertambahnya penduduk manusia tidak akan menyebabkan kekurangan rezeki
jika manusianya berkualitas dengan ilmu, terlebih jika dapat memanfaatkan
rezeki yang tersedia ini dengan sebaik dan seoptimal mungkin sesuai dengan
ajaran agama islam. Wallahu A’lam Bishshawab.
Daftar Pustaka
Abdul Apip, S.E (2019). Akad-Akad Bank Syari'ah.
Bogor: Pustaka Multazam.
Abdul Apip, S.E. (2019). Lembaga Keuangan Syari'ah. Bogor:
Pustaka Multazam.
KH. Muhammad Jamhuri, Lc. M.A. (2016). Dasar dan Prinsip Ekonomi Islam. Bogor: Pustaka Multazam.
KH. Muhammad Jamhuri, Lc. M.A. (2018). Fiqih Riba & Gharar. Bogor:
Pustaka Multazam.
Nuqaly, I. (2017). Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam. Bogor: Pustaka Multazam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar